15 Jurnal (Kelompok Thumbnail Loworng Waktu si AA)

 


6. Hidayat, R. (2014). Analisis Semiotika Makna Motivasi Pada Lirik Lagu “Laskar Pelangi” Karya Nidji. eJournal Ilmu Komunikasi. Samarinda: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Mulawarman.


Musik adalah salah satu media ungkapan kesenian, musik mencerminkan kebudayaan masyarakat pendukungnya. Di dalam musik terkandung nilai dan norma-norma yang menjadi bagian dari proses enkulturasi budaya, baik dalam bentuk formal maupun informal. Musik sendiri memiliki bentuk yang khas, baik dari sudut struktural maupun jenisnya dalam kebudayaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 602), musik adalah ilmu atau seni menyusun nada atau suara diutarakan, kombinasi dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai keseimbangan dan kesatuan, nada atau suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu dan keharmonisan (terutama yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi itu). 

Musik merupakan media yang efektif untuk menyampaikan pesan. Menurut Parker (Djohan, 2003:4) musik adalah produk pikiran, elemen vibrasi atas frekuensi, bentuk, amplitudo dan durasi belum menjadi musik bagi manusia sampai semua itu ditransformasi secara neurologis dan diinterprestasikan melalui otak. Musik termasuk salah satu media komunikasi audio. Musik merupakan salah satu cara dalam melakukan kegiatan komunikasi melalui suara yang diharapkan mampu menyampaikan pesan dengan cara yang berbeda. Musik adalah bagian dari sebuah karya seni. Seni adalah bagian penting dalam system peradaban manusia yang terus bergerak sesuai dengan perkembangan budaya, teknologi dan ilmu pengetahuan. Sebagai bagian dari sebuah karya seni, musik mampu menjadi media bagi seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain. Salah satu tujuan dari musik adalah untuk media berkomunikasi. Tidak banyak orang yang menyanyikan sebuah lagu hanya untuk menyenangkan diri sendiri, kebanyakan orang menyanyikan sebuah lagu karena ingin didengar oleh orang lain. Melalui musik musisi ingin menjelaskan, menghibur, mengungkapkan pengalaman kepada orang lain. Musik adalah sarana bagi para musisi, seperti kata-kata yang merupakan sarana bagi penulis lagu untuk mengungkap apa yang diinginkan.

Pendekatan semiotika menurut Ferdinand de Saussure mengembangkan dasar-dasar teori linguistik umum. Kekhasan teorinya terletak pada kenyataan. Dia menganggap bahasa sebagai sistem tanda. Menurut Saussure tanda-tanda, khususnya tanda-tanda kebahasaan, setidak-tidaknya memiliki dua buah karakteristik primordial, yaitu bersifat linier dan arbitrer (Budiman, 1999 : 38). Yang terpenting dalam pembahasan pokok pada teori Saussure adalah prinsip yang mengatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem tanda, dan setiap tanda itu tersusun dari dua bagian, yaitu signifier (penanda) dan signified (petanda). Menurut Saussure bahasa merupakan suatu sistem tanda (sign). Tanda dalam pendekatan Saussure merupakan manifestasi konkret dari citra bunyi dan sering diidentifikasi dengan citra bunyi sebagai penanda. Jadi penanda (signifier) dan petanda (signified) merupakan unsur mentalistik. Dengan kata lain, di dalam tanda terungkap citra bunyi ataupun konsep sebagai dua komponen yang tak terpisahkan. Dengan kata lain, kehadiran yang satu berarti pula kehadiran yang lain seperti dua sisi kertas (Masinambow, 2000a:12, dalam Sobur 2003:32). Dalam tanda terungkap citra bunyi atau konsep sebagai dua komponen yang tak terpisahkan. Hubungan antara penanda dan petanda bersifat bebas (arbiter), baik secara kebetulan maupun ditetapkan. Arbiter dalam pengertian penanda tidak memiliki hubungan alamiah dengan petanda (Saussure, 1966, dalam Berger 2000b:11, dalam Sobur 2003:32). 

Menurut Saussure (Budiman, 1999a:77, dalam Sobur, 2003:33), prinsip kearbiteran bahasa atau tanda tidak dapat diberlakukan secara mutlak atau sepenuhnya. Terdapat tanda-tanda yang benar-benar arbiter, tetapi ada juga yang relatif. Kearbiteran bahasa sifatnya bergradasi. Di samping itu, ada pula tanda-tanda yang bermotivasi, yang relative non-arbitrer.

Proses pemberian makna (signifikasi) tanda terdiri dari dua elemen tanda. Menurut Saussure, tanda terdiri dari dua elemen tanda (signifier, dan signified), Signifier adalah elemen fisik dari tanda dapat berupa tanda, kata, image, atau suara. Sedangkan signified adalah menunjukkan konsep mutlak yang mendekat pada tanda fisik yang ada. Sementara proses signifikasi menunjukkan antara tanda dengan realitas aksternal yang disebut referent.

Signifier dan signified adalah produksi kultural hubungan antara kedua (arbitier) memasukkan dan hanya berdasar konvensi, kesepakatan, atau peraturan dari kultur pemakai bahasa tersebut. Hubungan antara signified dan signifier tidak bisa dijelaskan dengan nalar apapun, baik pilih bunyi-bunyian atau pilihan yang mengaitkan rangkaian bunyi tersebut dengan benda atau konsep yang dimaksud. Karena hubungan yang terjadi antara signified dan signifier harus dipelajari yang berasal ada struktur yang pasti atau kode yang membantu menafsirkan.


Sumber : https://ejournal.ilkom.fisip-unmul.ac.id/



7. Sudarto, A. D., Senduk, J., & Rembang, M. (2015). Analisis Semiotika Film “Alangkah Lucunya Negeri Ini”. ACTA DIURNA KOMUNIKASI, 4(1).


Film dalam arti sempit adalah penyajian gambar lewat layar lebar, tetapi dalam pengertian yang lebih luas bisa juga termasuk yang disiarkan di TV. Film merupakan salah satu media massa yang berbentuk audio visual dan sifatnya sangat kompleks. Film menjadi sebuah karya estetika sekaligus sebagai alat informasi yang bisa menjadi alat penghibur, alat propaganda, juga alat politik. Ia juga dapat menjadi sarana rekreasi dan edukasi, di sisi lain dapat pula berperan sebagai penyebarluasan nilai-nilai budaya baru. Film bisa disebut sebagai sinema atau gambar hidup yang mana diartikan sebagai karya seni, bentuk populer dari hiburan, juga produksi industri atau barang bisnis. Film sebagai karya seni lahir dari proses kreatifitas yang menuntut kebebasan berkreativitas. (H. Hafied, 2008:136).

Dalam pembuatan film tidak mudah dan tidak sesingkat yang kita tonton, membutuhkan waktu dan proses yang sangat panjang diperlukan proses pemikiran dan proses teknik. Proses pemikiran berupa pencarian ide, gagasan, dan cerita yang akan digarap. Proses teknik berupa keterampilan artistik untuk mewujudkan ide, gagasan menjadi sebuah film yang siap ditonton. Pencarian ide atau gagasan ini dapat berasal dari mana saja, seperti, novel, cerpen, puisi, dongeng, sejarah, cerita nyata, bahkan kritik sosial pada pemerintah. Salah satu film yang berisi kritik sosial pada pemerintah adalah film “Alangkah Lucunya Negeri Ini. Film ini merupakan film drama komedi satire Indonesia yangdirilis pada tanggal 15 April 2010 yang disutradarai oleh Deddy Mizwar. Film ini dibintangi antara lain oleh Reza Rahadian dan Dedy Mizwar.

Menurut UU 8/1992, Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan salah-satu media komunikasi massa audio visual yang dibuat berdasarkan asas sinematografi yang direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan sistem lainnya. Film berupa media sejenis plastik yang dilapisi emulsi dan sangat peka terhadap cahaya yang telah diproses sehingga menghasilkan gambar (bergerak) pada layar yang dibuat dengan tujuan tertentu untuk ditonton. Pada generasi berikutnya fotografi bergeser pada penggunaan media digital elektronik sebagai penyimpan gambar. Sebuah film, juga disebut gambar bergerak, adalah serangkaian gambar diam atau bergerak. Hal ini dihasilkan oleh rekaman gambar fotografi dengan kamera, atau dengan menggunakan teknik animasi atau efek visual.

Teori Roland Barthes (1915-1980), dalam teorinya Barthes mengembangkan semiotika menjadi 2 tingkatan pertandaan, yaitu denotasi dan konotasi. Kata konotasi berasal dari bahasa Latin connotare, “menjadi makna” dan mengarah pada tanda-tanda kultural yang terpisah/bebeda dengan kata (dan bentuk-bentuk lain dari komunikasi). Kata melibatkan simbol-simbol, historis dan yang berhubungan dengan emosional. Roland Barthes, semiotikus terkemuka dari Prancis dalam bukunya Mythologies (1972) memaparkan konotasi kultural dari berbagai aspek kehidupan keseharian orang Prancis, seperti steak dan frites, deterjen, mobil ciotron dan gulat. Menurutnya, tujuannya untuk membawakan dunia tentang “apa-yang terjadi-tanpa-mengatakan“ dan menunjukan konotasi dunia tersebut dan secara lebih luas basis idiologinya. Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan yaitu “mitos” yang menandai suatu masyarakat. “Mitos” menurut Barthes terletak pada tingkat kedua penandaan, jadi setelah terbentuk sistem sign-signifier-signified, tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru. Jadi, ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi kemudian berkembang menjadi makna denotasi, maka makna denotasi tersebut akan menjadi mitos.


Sumber :  https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/actadiurnakomunikasi/


8. Sitompul, A. L., Patriansyah, M., & Pangestu, R. (2021). Analisis Poster Video Klip Lathi: Kajian Semiotika Ferdinand De Saussure. Besaung: Jurnal Seni Desain dan Budaya, 6(1).

Komunikasi menjadi hal yang sangat vital dalam setiap sendi kehidupan, bahkan komunikasi menjadi salah satu hal terpenting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial, ketika manusia menyampaikan maksud dan tujuannya kepada orang lain, bahkan kepada orang banyak disitulah peranan komunikasi penting sekali untuk menyampaikan maksudnya. Perkembangan peradaban manusia dari zaman pra-sejarah hingga zaman modern tidak terlepas dari bidang komunikasi dan informasi. Kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi yang kita nikmati saat ini adalah hasil dari evolusi yang akan tetap terus berlanjut hingga masa mendatang.

Pada masa-masa awal sejarah perkembangan komunikasi, manusia menggunakan sinyal asap, drum, penemuan kertas, telegraf, telepon, komputer, email, menuju perkembangan menuju ke internet hingga perkembangan komunikasi melalui media sosial. Komunikasi, secarah harfiah komunikasi adalah proses yang mana dilakukan seseorang atau beberapa orang yang terbentuk dalam kelompok, organisasi, dan masyarakat guna menciptakan dan mengolah informasi dengan tujuan dapat terhubung dengan lingkungan sekitar dan orang lain. Komunikasi modern di Indonesia sudah berkembang sejak zaman Belanda. Sebut saja media cetak hingga komunikasi genggam yang mudah didapatkan saat ini. Saat ini ada begitu banyak media komunikasi yang berkembang dalam masyarakat, contoh komunikasi media cetak yang berkembang yaitu poster. Poster digunakan untuk mempromosikan berbagai partai politik, rekrutmen, mengiklankan produk, dan menyebarkan ide kepada masyarakat umum. Banyak orang percaya bahwa poster adalah alat paling efektif untuk komunikasi dan kontribusi mereka pada bidang desain muncul dari upaya menyempurnakan poster.

Poster merupakan salah satu media komunikasi visual yang sering dipakai untuk mempublikasikan suatu informasi atau dikomunikasikan kepada masyarakat. Poster adalah selembar kertas monokrom atau beraneka warna, biasanya di desain dengan komposisi teks dan gambar. Poster juga bisa di artikan sebagai seni menyampaikan pesan dengan mengkombinasikan layout dan desain untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat luas. Poster pada umumnya ditempatkan di area yang sesuai di ruang publik yang berfungsi untuk menyampaikan pesan kepada khalayak ramai. Pada desainnya kalian bisa memasukan gambar baik yang besar maupun kecil sambil megkombinasikan warna dan layout yang bagus. Karena zaman yang sudah semakin maju poster kini tidak hanya di buat di media cetak saja, namun banyak juga yang tidak di cetak, seperti poster di dunia maya atau intrnet yang tentu saja dibuat dengan berbagai macam tujuan. Seperti pendapat Kurniasih menjelaskan bahwa Media sosial mengacu pada penggunaan platform media baru yang mensyaratkan adanya komponen dan saluran komunikasi publik yang ditandai dengan adanya aktivitas online. Media sosial mencakup struktur sosial dimana di dalamnya orang-orang dapat saling berinteraksi dan berkolaborasi antara satu dengan yang lainnya (Kurniasih, 2017, p. 2).

Poster yang muncul di dunia maya atau internet dinilai begitu efektif dan efisien dalam tujuan menyampaikan informasi atau pesan tertentu kepada masyarakat luas, karena saat ini masyarakat sudah begitu familiar dengan adanya media sosial. Segala hal yang muncul dalam poster merupakan tanda komunikasi yang desainer coba sampaikan kepada masyarakat untuk dimengerti pesan dan tujuan informasinya. Tanda yang dianalisis dalam tulisan ini adalah tanda yang disajika “Lathi” karya Andy Adrians (Art Director dari Lathi). Poster ini menceritakan tentang seseorang yang terjebak dalam toxic relationship. Wanita tersebut menganggap cinta yang awalnya membahagiakan justru berubah menyakitkan. Hubungan tersebut malah memunculkan rasa sakit pada sosok wanita dan membuatnya terjebak dalam hubungan tak sehat. Berada dalam hubungan yang menyakitkan, membuat wanita tersebut menyadari jika pasangannya bukanlah orang yang layak diperjuangkan. Sang wanita mulai bangkit dan tidak ingin lagi terjebak dalam rasa sakit itu. Ia mengucapkan kalimat yang menyentuh dan bisa dijadikan pembelajaran bagi wanita-wanita di luar sana dalam menjalin suatu hubungan.

Kalimat ini ada di lirik lagu bahasa Jawa, "Kowe ra iso mlayu saka kesalahan. Ajining diri ana ing lathi". Dalam bahasa Indonesia, lirik tersebut mempunyai arti "kamu tidak bisa lari dari kesalahan, harga diri ada pada lidah (ucapanmu), sekiranya itulah artinya. Jika diartikan secara luas, berarti seseorang yang sudah melakukan kesalahan tidak akan bisa lepas dari bayang-bayang kesalahannya. Makna ini juga diperkuat dengan video klipnya yang menceritakan hubungan beracun sepasang kekasih. Di mana awalnya mereka bahagia, lalu merasa sengsara di kemudian hari akibat terjebak dengan pria yang salah. Perasaan ini digambarkan lewat sang wanita yang diikat rantai dan terbelenggu oleh seorang pria dalam sebuah toxic relationship. Hingga akhirnya sang wanita bisa bebas dan tak lagi terbelenggu.

Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode ini merupakan penelitian interpretatif dengan menggunakan berbagai penafsiran yang melibatkan banyak metode. Penelitian kualitatif, (Moelong, 2015:6) adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Metode ini digunakan sebagai alat untuk mendeskripsikan tanda-tanda yang ada dibalik wujud poster video klip lagu ”Lathi” karya Andy Andrians. Penggalian informasi-informasi melalui karya dilakukan dengan cara menggali informasi-informasi yang dihadirkan dalam sebuah karya, sehingga kita dapat memahami kondisi atau konteks tentang apa yang terjadi secara nyata didalamnya. Dalam menganalisis sesuatu yang secara keseluruhan dianggap kompleks, misalnya sebuah karya poster maka proses pembedahan dan menguraikannya satu persatu kita akan mendapatkan sebuah pemahaman lebih atas interpretasi dari sebuah karya estetis. Semakin detil, maka semakin mudah menafsirkan makna yang terkandung di dalam karya estetis tersebut (Patriansah & Artikel, 2020, p. 207) ‘teks’, baik verbal maupun nonverbal bisa aksis dalam media apapun. Istilah teks biasanya mengacu pada pesan yang telah dibuat dalam beberapa cara (tulisan, rekaman audio dan video) sehingga secara fisik, antara pengirim dan penerima tidak terikat satu sama lain. Teks adalah kumpulan tanda-tanda seperti kata-kata, gambar, suara dan / atau gerakan) yang dikonstruksikan dan diinterpretasikan) dengan mengacu pada konvensi yang terkait dengan genre dan media komunikasi tertentu.

Saussure lahir pada tahun 1857 dan mulai menyukai bidang bahasa dan kesustraan sejak kecil, bahkan pada usia 15 tahun ia menulis tulisan yang berjudul essai sur les langue. Saussure kemudian mempelajari bidang bahasa lebih mendalam di Leipzig dan Berlin, serta mempelajari berbagai bahasa yang salah satunya adalah bahasa Sansekerta. Semiologi menurut Saussure adalah kajian mengenai tanda dalam kehidupan sosial manusia, mencakup apa saja tanda tersebut dan hukum apa yang mengatur terbentuknya tanda. Hal ini menunjukkan bahwa tanda dan makna dibalik tanda terbentuk dalam kehidupan sosial dan terpengaruhi oleh sistem (atau hukum) yang berlaku di dalamnya. Ada beberapa hal dalam sistem yang mempengaruhi pembentukan dan pelestarian tanda dalam masyarakat, dan Saussure lebih menekankan pada peranan bahasa dibanding aspek lain seperti sistem tulisan, agama, sopan-santun, adat istiadat, dan lain sebagainya. Menurut Sausure yang dikutip Sobur dalam bukunya Semiotika Komunikasi mengatakan bahwa, Semiotika atau semiologi merupakan sebuah ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di tengah masyarakat (Sobur, 2009, p. 12).


Sumber : http://ejournal.uigm.ac.id/index.php/Besaung/article/view/1830



9. Chepy Andika, 172050189 (2021) ANALISIS SEMIOTIKA MAKNA PESAN IKLAN TEH BOTOL SOSRO VERSI SEMEJA BERSAUDARA. Skripsi(S1) thesis, FISIP UNPAS. 


TehBotol Sosro merupakan salah satu produk teh siap minum yang dipasarkan di Indonesia dan di produksi oleh PT. SINAR SOSRO. Banyaknya perusahaan asing yang memproduksi minuman di Indonesia seperti seperti Unilever, Coca-Cola, Danone, P&G, Pepsi dan lainnya. Sinar Sosro merupakan 2 Perusahaan produsen minuman tertua di Indoensia yang sudah memulai memproduksi tehnya sejak tahun 1940 di Slwai Jawa Tengah dan masih bertahan hingga saat ini. Pada tahun 1940 PT. SINAR SOSRO masih memproduksi teh dalam bentuk the seduh yang dinamakan Teh Cap Botol, PT. SINAR SOSRO selalu mencetak berbagai prestasi diantaranya menjadi Top Market dan Top Brand sejak tahun 2012 hingga tahun 2017 dalam kategori teh dalam kemasan siap minum. 


Media sosial teknologi mengambil berbagai bentuk termasuk majalah, forum internet, weblo, web sosial, microblogging, wiki, podcast, foto atau gambar, video, peringkat dan boorkmark sosial. Dengan menerapkan satu set teori-teori dalam bidang media penelitian (kehadian sosisal, media kekayaan) dan proses sosial (self-presentasi, self-disclosure) Kaplan dan Haenlein menciptakan skema klasifikasi untuk berbagai jenis media sosial dalam artikel Horizons Bisnis mereka diterbitkan dalam 2010. Menurut Kaplan dan Haelein dalam Horizons 2010 ada enam jenis media sosial. Yaitu sebagai berikut : 

  1. Proyek Kolaborasi Website mengijinkan usernya untuk dapat mengubah, menambah ataupun menghapus konten-konten yang ada di website ini. Contohnya Wikipedia. 21

  2. Blog dan Microblog User lebih bebas dalam mengekspresikan sesiatu di blog ini seperti curhatan ataupun mengkritik kebijakan pemerintah. Contohnya Twitter. 

  3. Konten Para user dari pengguna website ini saling membagi konten-konten media, baik seperti video, ebook, gambar dan lain-lain. Contohnya Youtube 

  4. Situs Jejaring Sosial Aplikasi yang mengizinkan user untuk dapat terhubung dengan cara membuat informasi pribadi sehingga dapat terhubung dengan orang lain. Informasi pribadi tersebut bisa seperti foto-foto. Contohnya Facebook. 

  5. Virtual Game World Dunia virtual, dimana mengreplikasikan lingkungan 3D, dimana user bisa muncul dalam bentuk avatar-avatar yang diinginkan serta berinteraksi dengan orang lain selayaknya di dunia nyata. Contohnya game online. 

  6. Virtual Social World Dunia virtual yang dimana penggunanya merasa hidup di dunia virtual, sama seperti virtual game world, berinteraksi dengan yang lain. Namun, virtual social world lebih bebas, dan lebih ke arah kehidupan. Contohnya second life. (2010:5) 

Youtube salah satu sumber informasi yang saat ini makin berkembang semua orang berbondong bondong membuat konten yang menarik sehingga dapat menarik minat para viewers tidak lupa juga untuk menghias thumbnail dari akun youtube mereka sehingga dapat menjadi pusat perhatian pada saat penayangan video youtube


Sumber : http://repository.unpas.ac.id/53161/



10. Pramasheilla, D. A. A. (2021). Penerapan Analisis Semiotika Ferdinand De Saussure dalam Pertunjukan Kethoprak Ringkes. Indonesian Journal of Performing Arts Education, 1(2), 16-23.

Kethoprak Ringkes sebagai salah satu grup kethoprak yang ada di Yogyakarta memiliki keunikan tersendiri. Banyolan para aktor sarat akan edukasi perihal seni tradisi dan keseharian masyarakat setempat. Meskipun demikian, ada beberapa hal yang tidak dapat dimaknai begitu saja. Adanya semiotika dari Ferdinand De Saussure ini dapat dijadikan sebagai teori dengan tujuan menganalisis pada tataran paling sederhana. Studi ini bertujuan untuk menganalisis komponen linguistik salah satu pertunjukan Kethoprak Ringkes yang berjudul “Sampek Eng Tay (Korban Multi Krisis)”. Metode penelitian yang digunakan yakni analisis kualitatif, dimulai dengan reduksi data hingga membuat kesimpulan. Hasil yang didapat menunjukkan adanya analisa lima dialog menggunakan analisis penanda-petanda, hubungan dua kosakata dengan analisis in present-in absentia, dan lima dialog lainnya menggunakan analisis poros kombinasi dan poros seleksi. Penggunaan berbagai kosakata ini melibatkan sistem tanda dengan semiotika Saussure. Upaya pemaknaan ini bisa dilakukan dalam rangka mengedukasi khalayak umum tentang peran seni pertunjukan bagi masyarakat.

Seni pertunjukan semakin hari semakin menunjukkan eksistensinya. Beragam bentuk yang ada pada seni pertunjukan semakin menunjukkan kemajuannya dengan kreativitas pelaku seninya. Tidak terkecuali dengan seni pertunjukan tradisional. Jenis pertunjukan ini lebih dekat dengan masyarakat, karena sarat dengan isu-isu terkini atas peristiwa yang sedang terjadi. Namun seiring berjalannya waktu, pertunjukan tradisional harus mulai memikirkan hal-hal yang disukai oleh penontonnya. Tentu saja agar mereka tidak kehilangan penontonnya. Salah satu upayanya adalah menggelar pementasan yang sarat dengan kritik sosial. Seperti yang dilakukan Kethoprak Ringkes. Kethoprak merupakan salah satu wujud dari teater tradisional yang ada di Jawa. Kethoprak Ringkes beranggotakan seniman-seniman yang terkenal di Yogyakarta. Nama-nama seniman tersebut antara lain Marwoto, Yuningsih “yu beruk”, Susilo, Dirjo Tambur, dll. 

Seniman-seniman tersebut mencoba memainkan cerita dengan judul “Sampek Eng Tay (Korban Multi Krisis)” di Yogyakarta. Cerita ini sebelumnya pernah dipentaskan oleh Teater Koma dengan bentuk drama musikal. Namun tidak semua adegan dimainkan disini, hanya poin-poin penting. Sesuai dengan nama dari Kethoprak ini, yaitu Ringkes yang dalam bahasa Indonesia berarti ringkas atau singkat. Cerita ini dibawakan dengan komedi-komedi yang khas dari masing-masing aktor. Kethoprak ini merupakan salah satu kethoprak humor yang ada di Yogyakarta. Mereka sudah kerap membuat pementasan serupa. Eksistensi setiap pelaku seni yang mendukung pementasan ini sudah tidak dapat diragukan lagi. Setiap aktor memiliki kelebihan, kekurangan, dan ciri khas. Seperti Yuningsih “yu beruk” yang serba bisa. Kemampuannya antara lain ialah menari, nembang, dan menjadi aktor dengan baik. Ciri khasnya ialah berbicara dengan sering marah atau pada saat ini disebut dengan “ngegas1 ”. Adanya seniman-seniman ini membuat jalannya pementasan lebih menarik. Mereka mencoba mengkritik keadaan yang ada di sekitarnya dengan humor. Keunikan pertunjukan Kethoprak ini terletak pada persoalan yang coba dibawakan dan cara pembawaannya. Sarat akan persoalan keseharian dan disampaikan dengan banyolankhas masing-masing aktor. Maka meskipun menyampaikan kritik terhadap suatu hal, Kethoprak menjadi sarana masyarakat untuk saling merasakan kegelisahan dalam persoalan sehari-hari. Hadirnya kethoprak dengan gaya banyolannya menjadikan pertunjukan ini sebagai tempat bersilaturahmi masyarakat (Yudiaryani, Prasetya, Nurcahyono, & Purba, 2018). Terlebih lagi, dengan bahasa primodial yang membantu terciptanya kedekatan antara aktor dan penonton.

Dalam memaknai sebuah pertunjukan, diperlukan sebuah teori yang mendukung. Gunanya adalah untuk dapat mengetahui cara dari sebuah tanda dapat menjadi makna itu sendiri. Ilmu yang mempelajari tentang makna tanda ialah Semiotika. Ilmu ini sudah tidak asing lagi dalam teater, karena memang terdapat banyak tanda dalam sebuah pementasan. Sebut saja dari properti, pakaian, hingga pada hal yang mendasar yakni dialog. Walaupun dialog merupakan bagian dari budaya lisan, tetapi sarat akan tanda. Memang dengan konvensionalnya, dapat dimaknai secara mudah oleh penontonnya. Hal ini berlaku jika penonton memiliki latar belakang empiris yang sama. Jikalau tidak, penonton pasti bingung. Terlebih permasalahan yang berhubungan dengan bahasa primordial.

Ferdinand de Saussure dapat dikatakan sebagai bapak Linguistik. Hal ini dikarenakan Saussure mengembangkan dasar-dasar teori linguistik umum. Saussure masih masuk ke dalam pandangan strukturalisme. Strukturalisme adalah sebuah metode yang telah diacu oleh banyak ahli semiotik, hal itu didasarkan pada model linguistik struktural de Saussure. Strukturalis mencoba mendeskripsikan sistem tanda sebagai bahasa-bahasa (Sartini, 2007). Awalnya memang strukturalisme berawal dari ilmu linguistik Saussure ini, hingga pada akhirnya berkembang ke ilmu lain. Ada dua teori Saussure yang begitu terkenal, yakni tentang penanda-petanda dan relasi sintagmatik-paradigmatik. Saussure secara sederhana menyebutkan signifier (petanda) adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang bermakna (aspek material), yakni apa yang dikatakan dan apa yang ditulis atau dibaca. Sementara itu signified (penanda) adalah gambaran mental, yakni pikiran atau konsep aspek mental dari bahasa (Fanani, 2013).

Signifier mengacu pada tampilan fisik dari sign yang dapat berupa goresan gambar, garis, warna, maupun suara atau tanda-tanda lainnya, sedangkan Signified mengacu pada makna yang tersemat pada tampilan fisik tanda tersebut (Fanani, 2013, p. 12). Sign bersifat arbitrer karena pemaknaan relasi manasuka antara signifier dan signified. Semua itu hanya berdasarkan konvensi dalam suatu kelompok masyarakat (Sahid, 2004, pp. 8–9). Bisa juga dikatakan ini bersifat niscaya. 

Adanya petanda dan penanda dalam teori Saussure ini hanya akan sampai pada makna denotatif. Menunjukkan tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, atau antara tanda dan rujukannya pada realitas, yang menghasilkan makna eksplisit, langsung dan pasti. Pertandaan ini paling konvensional dalam masyarakat dan cenderung disepakati secara sosial (Piliang, 2004, p. 193). Menjadi kekurangan Sauusure, bahwa penanda dan petanda ini tidak dapat sampai pada makna konotasi. Makna konotasi terdapat pada tataran signifikasi (yang menghubungkan petanda dengan penanda) kedua. Berbeda dengan denotasi yang maknanya eksplisit, konotatif bermakna secara implisit. Dikaitkan dengan berbagai aspek psikologis, yang nantinya akan membuat makna itu lebih kompleks untuk dipahami. 

Keterbatasan ini membuahkan teori Barthes yang memaknai hingga pada signifikasi tataran kedua. Namun, bahasan kali ini tidak akan menyinggung teori Barthes. Hal ini memungkinkan adanya kekurangan dalam memaknai sebuah dialog, karena selalu mengenai sistem linguistik secara implisit. Atau tidak dapat diartikan melalui perasaan dan keyakinan tertentu.

Saussure melihat elemen-elemen sistem tanda sebagai terbangun dari dua struktur atau jenis hubungan, yaitu hubungan sintagmatik dan hubungan paradigmatik (Sahid, 2004, p. 9). Dalam relasi ini, ada elemen yang hadir dan yang tidak hadir. Untuk dapat memaknainya, haruslah mengetahui struktur dari kedudukan kedua relasi. Hubungan ini memungkinkan adanya perbedaan antar elemen. Ilustrasi seperti pada Tabel 2 (Piliang, 2004, p. 192).  


Sumber : https://journal.isi.ac.id/index.php/IJOPAED/article/view/5536/2229



Yang membedakan jurnal tersebut dengan penelitian kelompok kami yaitu, mengapa penting thumbnail ini dikaji dengan semiotika agar mengetahui penanda dan petanda dari thumbnail yang disajikan.seperti misalnya pada thumbnail lorong waktu si aa ini penandanya yaitu animasi aa, mama gigi dan papa raffi sedangkan petandanya yaitu latar yang berubas sesuai dengan tema pada tayangan tersebut, penambahan tokoh pada tema tayang saat itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TANDA-TANDA YANG DITERIMA SETIAP HARI

Thumbnail Lorong Waktu Si AA